Powered By Blogger
Jangan lupa tinggalkan pesan anda dan komentar anda setiap kali berkunjung ke halaman ini ya.....

Tuesday, March 29, 2016

Menang Gengsi, Rezeki Melayang, Masa Depan Buyar

Pernah gak? Hanya karena memperturutkan keinginan, sesuatu yang sangat penting terabaikan.
Atau mungkin? Karena ego hari ini, rusak semua rencana masa depan.

...

Ini salah satu cerita prospek saya kemarin, sebut saja pasangan suami istri Adi dan Ani, punya dua anak, dan menghadapi banyak masalah finansial hari ini.
Saya ingin berbagi ini, demi menyampaikan sebuah solusi yang tidak mampu saya sampaikan langsung, karena bagi saya, mengetuk pintu dan menunjukkan bukti itu jauh lebih penting dari pada harus mendobrak masuk tanpa mengetahui situasi dan kondisi di dalam.

... Ceritanya...

Adi dan Ani sudah terbiasa hidup cukup, Adi sangat pandai mengatur keuangan, Ani juga pintar dalam banyak hal. Tapi kemudian perusahaan tempat Adi bekerja lebih dari 8 tahun, bangkrut. Adi di PHK. Sedangkan mereka masih punya tanggungan cicilan rumah hingga 10 tahun kedepan. Pun dua anak yang masih harus di nafkahi.
Adi cukup yakin bisa dapat pekerjaan pengganti dengan segera, dibantu banyak saudara dia mengusahakan banyak hal untuk bisa segera dapat pekerjaan kembali. Sambil menunggu, saya mencoba menanyakan apa rencana Ani untuk membantu sang suami.
Ada banyak hal dalam benak Ani, semua yang bisa dia kerjakan di kampung halamannya, dan bahkan pekerjaan kecil yang mungkin bisa dikerjakannya di lingkungan rumahnya. Hal-hal yang jadi usulan Adi, tapi lebih banyak hal yang tidak mempertimbangkan kondisi dan kemampuan Ani yang terbatas.
Namun kemudian ada beberapa hal yang menghentikan langkah Ani untuk memulai semuanya.

. Adi tidak ingin anak-anaknya diasuh orang lain, dengan alasan karena tidak ada biaya untuk bayar pengasuh. Dan karena mereka berdua tinggal jauh dari keluarga, mereka tidak bisa menitipkan anak-anaknya sewaktu-waktu. Kalau Ani mau bekerja, anak-anak tetap harus dibawa.
. Ani sendiri merasa tenaganya sangat terbatas, pekerjaan rumah tangga, dua anak, dan masalah kesehatannya sendiri selalu jadi alasan besar yang menghentikan rencana-rencananya.
. Adi yang berpandangan bahwa, hemat itu lebih penting dari pada yang lainnya. Dan kalimat dari Adi yang menyatakan, "biarkan saja saya yang bekerja, dan cukupkan apa yang ada." Menyebabkan Ani tidak berani mengambil sikap yang berbeda atau bahkan menentang keputusan suaminya. Bahkan hanya dengan 25ribu rupiah perhari, Ani harus mencukupkan segala kebutuhan makan sehari-hari keluarga kecil mereka.
. Ani sendiri memiliki ketakutan yang besar, dengan selalu mengatakan, "kalau nanti...." Dan itu selalu diikuti dengan hal/kemungkinan terburuk. Semisal, "kalau nanti saya jualan, kerjaan rumah pasti gak bisa selesai." Atau, "kalau nanti anak-anak diajak pindah semuanya, siapa yang bakal bayar cicilan rumahnya? Sedangkan untuk yang hari ini aja cuma dicukup-cukupkan.

Nah...
Karena saya merasa harus membukakan pandangan Adi dan Ani, maka saya coba tuliskan 3 hal yang bisa menghapuskan pandangan buruk mereka.

Menilai suatu hal itu yang akan kita pilih harus dari sudut kebaikan, dengan cara yang baik, dan mengambil alih ruang positifnya secara keseluruhan. Karena ketika kita melihat banyak hal dari sudut negatif atau sisi buruknya, maka semua langkah itu akan jadi buyar, batal terwujudkan.
Semisal...
Saya pernah mengambil keputusan untuk berjualan pisang goreng, maksud baiknya adalah ini adalah jajanan yang paling enak yang selalu saya bikin. Cara terbaiknya adalah suami mendukung, ia berbaik hati untuk mengantarkan pisang goreng saya ke beberapa toko kue, dan ruang positifnya, adalah dengan saya tidak merasa dipaksa dan semua terselesaikan dengan baik. Kami tidak pernah meremehkan pisang goreng yang hanya Rp.1200-an saja, dengan Rp.200 keuntungan bersih, setidaknya kami sudah menemukan cara mengelola bisnis bersama kami sejak awal. Apakah kami gengsi? Tidak. Karena usaha kami halal, dan baik.

Yang kedua,
Menyenangkan istri itu selain dengan mencukupkan nafkah lahir, juga memberikan nafkah batin. Dengan apa? *menjadi pendengar yang baik
*mau menanyakan keluhannya
*tidak menunda atau mengurangi apa yang jadi hak atau kebutuhannya
*memberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya
Dan masih banyak hal lainnya, yang kiranya ini bukan hal untuk mendikte para suami, tapi ada baiknya kita belajar bersama, jika kita memang belum mengerti, belum paham...
Pelajaran yang lekat dalam benak saya adalah kedua orang tua saya. Papa tidak pernah melarang atau menghalangi mama untuk melakukan apa saja yang bisa membuat mama berkembang, jaman saya kecil, mulai kursus menjahit, bahasa inggris. Lalu belajar menyetir mobil, sampai beberapa tahun lalu, mama ikut kelas bahasa arab, dan akhirnya mengajar kelas kecil di rumah. Semua didukung papa. Tanpa pernah papa lupa membelikan mama bedak, baju, hingga tiket untuk pulang kampung.
Apa papa gengsi mendukung mama? Membuat mama jadi lebih hebat setiap harinya? Tidak. Karena kalau papa gengsi, saya yakin... Mama tidak akan sehebat hari ini. Apa mama gengsi belajar lagi walau usianya sudah lewat 50tahun? Tidak. Karena gengsi itu membunuh masa depan.

Terakhir,
Dari kasus Adi dan Ani, antara berhemat, menitipkan anak, dan saling mendukung untuk mencukupkan rezeki. Saya tahu, prioritas setiap orang itu berbeda. Namun ada baiknya kita membaca...
Allah itu mencukupkan rezeki kita, seperti halnya ketika kita sudah berusaha dan tawakkal dengan benar. Tidak ada yang namanya hujan duit dari langit. Dan sama seperti hidayah, rezeki itu harus dicari, dikejar, diraih. Karena dia tidak datang cuma-cuma.
Ketika suami meringankan istri, maka rezeki itu tak akan pernah kurang bagi suami dan istri itu. Meringankan istri dengan apa? Memberinya asisten rumah tangga, atau bahkan melakukan pekerjaan rumah tangga lebih dari yang istrinya mampu lakukan.
Saat istri diringankan, maka akan lebih banyak waktunya untuk fokus pada anak-anaknya, ibadahnya, dan juga kebutuhan rumah tangga lainnya? Dan apakah dengan begitu rezeki rumah tangga itu akan berkurang? Saya rasa tidak. Karena, tidak ada hasil yang mengkhianati usaha.
Anak-anak yang adalah amanah, harusnya bisa jadi motivasi ihlas dalam berusaha menjemput rezeki, dan itu tidak akan mengurangi atau mengabaikan hal lainnya. Jika suami tidak gengsi meringankan tugas istri, maka tidak akan ada alasan rezeki tertunda. Jika istri tidak gengsi dengan semua kebaikan dan usaha suami, insya Allah tidak akan ada salah paham ketika istri ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya.

---
Cerita dan catatan lainnya, simak di halaman toko bunda saffa.

Hapus gengsimu sekarang, lakukan bisnismu dari yang kecil, jangan menyerah... Karena memenangkan gengsimu = mematahkan masa depanmu.

.salam.
.phy.

*gambar nemu di fb

No comments:

Post a Comment

tinggalkan pesan dan komentar anda disini