Powered By Blogger
Jangan lupa tinggalkan pesan anda dan komentar anda setiap kali berkunjung ke halaman ini ya.....

Thursday, November 28, 2013

[Malang] Ruang Publik dan Fasilitas Umum

Ini adalah kotaku, Malang. 
Aku lahir dan besar di kota ini, dengan sendirinya aku merasa nyaman dengan suasana dan iklim dalam lingkungan yang berkembang disekitaranku.
Tapi ini hanya sebuah kota, mau dibilang besar dia tidak terlalu luas, hanya butuh satu hari untuk mengetahui banyak tempat menarik didalamnya. mau dibilang kecil, akses dan sejarahnya cukup menarik untuk dipelajari dan dikenali dengan lebih detail.
kalau kamu berencana berwisata, sedikana waktu paling sedikit tiga hari, setidaknya aku bisa menunjukkan beberapa tempat penting yang wajib kamu datangi.

tugu kota

Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, perkembangan kota Malang bisa dibilang hampir tidak terkira. Pendatang yang terus saja berdatangan dengan beragam maksud dan tujuan memadati kota. Akses jalanan yang tidak pernah bertambah, perkampungan yang berubah menjadi bagian inti kota, gedung-gedung berlantai banyak yang tiba-tiba bertumbuh bagaikan jamur.
Itulah Indonesia, ada banyak hal menarik dari kota yang berkembang untuk di ulik permasalahannya.
Bagian kali ini Aku akan membongkar sedikit hal yang terangkum dari sudut pandang seorang 'mukimin' kota Malang.

Ruang Publik
Kota Malang di desain sebagai tempat peristirahatan oleh arsitek jaman Balanda. Boulevard Ijen adalah salah satu bukti nyata, kota ini dirancang dengan apik dulunya. 
Jalanan yang lebar, taman kota yang bersih dan rapi, jembatan yang kokoh dan menjadikan kota yang dibelah oleh Kali Brantas ini masih bisa dicapai dari banyak arah.
Alun-alun Kota yang menjadi titik poin utama akses ruang publik, baru-baru ini di sayembarakan. 
Kita tidak bisa menutup mata, kalau orang kampung, ruang publiknya adalah pasar. Mau pasar tradisional sampai pasar malam yang menggelar layar tancap dan wayangan. Alun-alun Kota memiliki maksud dan guna-nya saat awal ia dibuka. Tapi kemudian pergeseran terjadi, tata kota, kenyamanan, keindahan, dan banyak hal akhirnya merubah fungsi dan guna Ruang Terbuka yang satu ini.
Kelayakannya sempat dipertanyakan, bahkan ada yang mengusulkan membangun 'mall' (pusat perbelanjaan dan kegiatan masyarakat umum *menurut definisi saya*) di landasan tanah ini. Walau tidak sampai kejadian, tapi eksistensi lahan yang sekarang sebagiannya menjadi tempat parkir ini memang tergeser.
Kalau dulu anak-anak diajak ke alun-alun, mereka akan senang sekali. Ada air mancur (fountain), lampu-lampu, dan tempat bermain. Sekarang?????

Ruang publik yang lain adalah Alun-alun Tugu, di depan Balai Kota. Apa yang bisa di dapatkan disana? Tugu kota dan kolam ikan. Paling maksimal adalah taman yang dihiasi bunga-bunga apik. Ruang Publik seperti ini memang tidak memenuhi harapan sebagian besar masyarakat yang saat ini lebih 'konsumtif'. Jadi?

Kemudian Pemerintah Kota memberikan solusi, dibangunlah Mall-mall tambahan, yang dulunya hanya berada di pusat kota, sekarang bagaikan jemari yang dibuka dari genggaman. Tersebar.

Mulai dari Plaza Dieng, lalu muncul Malang Town Square, Mall Olympic Garden, dan sedang dalam pembangunan Mall Dinoyo CIty, entah nanti Pasar Blimbing yang sedang akan dibongkar akan jadi Mall apa...


Jangan dibandingkan dengan Surabaya atau bahkan Jakarta. Malang memiliki kondisi fisik daerah yang sangat berbeda dibandingkan kota berkembang manapun. Kota Malang secara posisi, berada di tengah-tengah Kabupaten Malang, yang jauh lebih luas, dan cukup lambat berkembang. Sekalipun perkembangannya bisa dilihat, tetapi pergerakannya selalu terasa kalah cepat dibandingkan Kota Malang.

Ruang Publik saat ini, hanya tersedia dalam akses MALL. Sedikit taman kota, dan juga beragamnya pendatang menjadikan Ruang Publik, terutama untuk tempat nongkrong, berpindah ke jalanan. Mau tahu?

Silahkan datangi Jalan Ijen sampai Jalan Besar Ijen pada hari Sabtu malam....
Ya, akan banyak bisa ditemui beragam komunitas yang berkumpul di setiap sudut dan sisi jalan. Banyak? Ya, menurut saya itu banyak, karena dulu sebelum mahasiswa di tiga universitas negeri di kota Malang tumpah ruah, mereka tidak sampai berkumpul di pinggiran jalanan kota. Paling maksimal adalah di dalam lingkungan kampus.

Lalu silahkan akses Jalan Soekarno Hatta, mulai dari jembatan sampai batas ujung jalan yang ada monumen pesawat-nya.
Beragam warung, resto, cafe, sampai emperan jalan semua menjadi ruang publik mendadak. Gelar tikar dan sajikan kopi, anda bisa jadi pengusaha dadakan yang sukses.

Fasilitas Umum
Hal-hal semacam itulah yang menurut saya pribadi, mematikan fungsi fasilitas umum perlahan tapi pasti. Trotoar yang bukan lagi tempat berjalannya para pejalan kaki. Jembatan yang tempat menyeberang, seakan-akan menjadi tempat yang menyenangkan untuk menyerahkan nyawa. Sampai bahu jalan yang menjadi tempat berdagang, dan ini terjadi hampir di sepanjang jalan kota Malang. Silahkan akses Jalan Veteran - jalan Bandung, jalan MT Haryono di sisi kampus, Sepanjang jalan Bendungan Sigura-gura, dan masih banyak jalanan lainnya.

Penertiban otomatis harus menyediakan ruang publik. Bukan sekedar Mall dengan pajak yang sangat tinggi, dan setiap pedagang kecil harus menguras penghasilannya demi semeter lapak.
Entah harus memberi solusi yang bagaimana baiknya? Karena permasalahan ini sebenarnya akibat dari 'culture shock' yang terjadi pada masyarakat kota ini sendiri.
Saat perkampungan menjadi bagian penting dari perkembangan kota, mendadak pasar tradisional berubah jadi Mall, rumah-rumah disulap menjadi ruko, dan persawahan yang menyusut menjadi perumahan.

Mau bilang apa?
Harus berbuat bagaimana?
(saya juga sedang garuk-garuk kepala yang sebenarnya tak gatal).

kita memang gak mungkin punya taman-hutan kota sehijau NewYork Central Park

atau jalanan yang sesibuk dan sebersih Shibuya

Tapi apa tidak mungkin kita memiliki akses fasilitas umum dan ruang publik yang serapi Orchad road?

Yuk...
sama-sama berusaha, membangun kota yang bersih, rapi, indah, menarik, dan menyenangkan.
walau tidak bisa sekejapan mata mewujudkannya. Tapi setidaknya, kalau semua warga kota, warga negeri ini berkesadaran untuk menjadikan tanahnya lebih baik, lebih indah, lebih pantas disanjung dan dibanggakan....
apa masih tidak mungkin semua ini terwujudkan?



*ephy*
warga kota yang kehilangan akses trotoar.


5 comments:

  1. Masih menunggu kesadaran dari warga yang lain mungkin mbak.
    beberapa orang masih bertiang hidup dari usaha seperti itu :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. saat kita sama-sama berjuang bertahan hidup demi menghidupi diri dan keluarga, seharusnya disaat yang bersamaan kita juga harus bisa memperhatikan bagaimana kedepannya, yang setelah hari ini.
      mungkin dengan itu kita tidak akan menunggu orang lain berbuat lebih dulu.
      bagaimana?

      Delete
  2. Alasan kenapa banyak mall bermunculan secara tidak sadari sudah anda kemukakan, yakni "..., kalau orang kampung, ruang publiknya adalah pasar". Bagi sebagian besar masyarakat, mall dipandang sebagai "pasar modern", karena di mall berkumpul berbagai macam produk yang menarik. Jangan lupa, semodern-modernnya masyarakat kita itu generasi awalnya dari kampung. Jadi, "budaya kampung" tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Salah satunya ya itu, pergi ke pasar yang "dimodernisasi" menjadi pergi ke mall.

    Sayang, kita tidak memiliki budaya yang berhubungan dengan menata alam, semacam berkebun. Sehingga sulit bila kita ingin mewujudkan adanya ruang publik serupa taman dengan banyak tumbuhan karena pasti kita mengacu pada konsep taman dari budaya asing. Coba perhatikan, mungkin karena dahulu kala bangsa kita dijajah oleh Belanda maka konsep taman kita mengacu pada konsep taman Belanda.

    Kalau kita ingin kembali pada konsep ruang publik dari budaya kita sendiri, kita akan berhadapan dengan kenyataan yang lumayan pahit, bahwasanya ruang publik dari budaya kita hanya sebatas lapangan kosong atau hutan belantara sakral. Demikian analisis saya, kurang-lebihnya mohon maaf.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih sudah mampir, mas.

      dalam sudut pandang saya, lebih mengarah kepada mewujudkan ruang publik yang bebas hambatan, mungkin begitu istilahnya.
      secara sadar saya mengetahui pasar modern memang menggantikan fungsional pasar tradisional. tapi budaya konsumtif seharusnya juga dikendalikan dengan mengarahkan pembangunan mall yang lebih memadai.
      pada dasarnya arti kata mall sendiri mengandung pemahaman ruang terbuka/pedestrian/tempat berjalan-jalan.
      jadi, ketika mall yang ada sekarang hanya jadi sekedar pasar moderen, maka ruang publik untuk tempat berkumpul tadi jadi tidak memadai.
      akan amat sangat jarang sekali kita temui orang-orang yang duduk berkumpul lesehan, sekedar menikmati pemandangan orang lewat di mall-mall kita.
      jadi.
      bukan ingin mengembalikan pada tanah lapang kosong atau hutan belantara sakral.

      mewujudkan ruang publik baru atau lebih moderen, tetap harus dengan menyediakan fungsi yang sama dengan versi tradisionalnya, bukan?

      Delete
  3. fasilitas dan ruang publik itu adalah infrastruktur yang dibangun untuk masyarakat, tapi ada baiknya lah seimbang baik dengan ruang hijau sebuah kota tentunya semuanya harus nyaman untuk masyarakat

    ReplyDelete

tinggalkan pesan dan komentar anda disini