Powered By Blogger
Jangan lupa tinggalkan pesan anda dan komentar anda setiap kali berkunjung ke halaman ini ya.....

Wednesday, September 26, 2018

Pinta

Secarik kertas kecil berisikan pesan singkat, dituliskan dengan pen tinta warna hitam pekat ; jangan tunggu aku lagi.
.
.

Setiap kenangan itu berkesan, namun yang melekat lama dan menjadi kenangan tentu bukan hal sepele atau remeh yang mungkin terbaik dalam satu goresan.
Itu yang ada dalam benakku kemarin, saat menerima kabar duka dari Medan. Kali kedua dalam satu minggu ini. Dan tentu saja mereka yang pergi ada hubungan kerabat.
Yang pertama adalah seorang keponakan, anak pertama dari sepupu di pihak papa. Beberapa bulan terakhir sakit, dan akhirnya meninggal di usia yang lebih muda dari anak pertamaku. Goresannya tidak terlalu dalam di benakku, karena aku belum pernah bertemu langsung. Namun kali yang kedua berita duka datang kemarin, Abang sepupu; anak dari kakak sulung mama. Rasanya sedikit ambigu.
Setelah dua puluh tahun tak pernah bertemu muka, rasanya aneh kalau aku merasa masih mengenalnya. Ya... Dua puluh tahun lalu mungkin kami pernah akrab, tapi sekarang? Setelah mendengar kabar dia meninggal?
.

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّاالْإِحْسَانُ •

Ada yang pernah bilang, "hargai mereka yang masih menanyakan kabarmu walau hanya lewat pesan singkat atau di media sosial."
Mungkin awalnya akan ada yang bertanya, "kenapa?"
Namun jika kembalinya pada kita hanya berita kematian berikutnya, maka akan baru terasa, bahwa hubungan baik itu perlu. Rasa bersaudara walau jauh dan di perantauan itu perlu. Sekalipun kita miskin dan tidak bisa pulang kampung, menyapa walau sesekali itu perlu.
Toh teknologi sekarang ada, sms, wa, video call tidak semahal tiket mudik lebaran.
.

Bukankah balasan dari kebaikan itu pasti kebaikan juga?

Tidak yakinkah kita akan janji ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala dalam kalam-Nya?

Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi kah yang kamu dustakan?

.

Secarik kertas kecil berisikan pesan singkat, dituliskan dengan pen tinta warna hitam pekat ; *jangan tunggu aku lagi.* Kini mengacaukan isi otak dan hati, antara tidak mengerti maksudnya dan tidak tahu apa yang harus dilakukan berikutnya.

Jangan sampai kemarahan membubarkan segala hal baik yang sudah dibangun menjadi pondasinya.
Jika masih ada kebaikan, segeralah berbaikan.
Jika masih ada keinginan mempertahankan perjalanan di jalan kebaikan, berlarilah. Balas ah kebaikan-kebaikan itu dengan kebaikan.
Jangan didiamkan saja.
Karena jika nanti yang datang berikutnya hanya berita kematian, maka hanya penyesalan yang akan mengakhiri segalanya.
.

((Prolog))
"Aku sudah gak bisa menjalani semuanya ini lagi. Kamu gak punya peduli yang sama seperti sepuluh tahun lalu saat ingin memulainya dulu. Bahkan kamu sudah tidak mendengarkan lagi setiap aku bicara. Buat apa aku bicara dengan punggungmu?"
Omelan kemarahan yang memenuhi ruangan itu hanya dijawab dengan diam.
*Aku pergi, jangan tunggu aku lagi.*
Pesan itu ditinggalkan di belakang punggung yang diam. Karena bicara mungkin akan membuat cermin retak itu pecah berurai menjadi serpih-serpih luka.

.phy.
26 September 2018

No comments:

Post a Comment

tinggalkan pesan dan komentar anda disini